Soalan kehalalan bukan ditilik dari bahannya semata, tetapi juga dari proses pengolahan yang bercampur dengan aneka bahan tambahan, hingga tahap pengemasan yang masih kritis tercampur dengan bahan-bahan tidak halal. Dalam hal inilah diperlukan label halal yang terpercaya, yang dapat memberikan ketentraman bagi konsumen untuk mengkonsumsi pangan halal. LP POM MUI mempunyai auditor-auditor dr berbagai disiplin ilmu (biokimia, biologi, teknik pertanian, teknik industri, teknik pengolahan pangan dan lain-lain) untuk melakukan audit yang hasilnya dibawa dan diputuskan oleh sidang komisi fatwa MUI.
Hak umat Islam untuk mengkonsumsi pangan halal ternyata belum menjadi kesadaran kolektif baik di kalangan umat Islam maupun pemerintah. Sebagai mayoritas umat Islam, yang berarti juga mayoritas pangsa pasar untuk berbagai produk baik produk lokal maupun produk impor, hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang dapat melindungi umat Islam dari mengkonsumsi pangan tidak halal. Pada saat yang sama, kesadaran, kepedulian dan daya kritis umat Islam akan kehalalan produk/jasa masih rendah, ironi kalau dibandingkan dengan Yahudi atau Hindu yang sangat ketat menerapkan standar sertifikasi (dengan kriteria mereka) untuk produk yang mereka konsumsi.
Dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit, masyarakat Yahudi begitu kuat menekan dunia bahwa setiap makanan, minuman, obat dan kosmetika yang dikonsumsinya harus sudah mendapatkan sertifikat Kosher (semacam halal dalam terminologi mereka). Masyarakat Yahudi begitu cerewet dan peduli terhadap kosher ini, sehingga adanya produk pangan yang tidak bersertifikat kosher akan ditolak mentah-mentah, baik yang masuk ke negara Israel maupun yang dikonsumsi komunitas Yahudi di berbagai belahan dunia.
Halal Guide: Guide to Islamic Life Style